Selasa, 06 Desember 2011

Dibawah Pohon Jambu Itu

Malam itu kau mengirim aku sebuah SMS (Short Message service). Aku malah kaget karna saya baru mendapatkan SMS darimu. Isi pesan singkat yang dikirim melalui telepon selular itu adalah “ Nold, sa mau ketemu ko, bisa tidak?” saya membalas pesan singkatnya dan mengatakan bahwa “boleh”. Lalu karena ada yang saya bereskan saat itu sehingga aku bertanya balik padanya, “jam berapa ko mau ketemu saya?”. Dia langsung membalasnya dan berkata bahwa, “ketemunya dimana?” (hehehe, kamu yang punya rencana bru tanya balik lagi). Nanti saya kirimi kamu pesan singkat via telepon selular, bila aku datang.

Besoknya, seusai kerja aku langsung pulang ke rumahku. Saat saya istirahat sambil makan buah matoa yang kubeli di pinggiran jalan bersama adik-adik saya. Telepon selularku yang ku simpan dalam celanaku berdering (ada yang memanggil). Aku bergegas menghampiri telepon selularku. Aku angkat telepon selularku dan dia katakan “aku akan kerumahmu”. Wah….aku baru pulang dari tempat kerja, tapi entalah aku harus menemuinya. Aku menyetujuinya.

Tidak lama kemudian dia datang di rumahku. Aku tak peduli dengannya. Lalu setelah sedikit lama, saya mengajaknya untuk ke tmpat berteduh dibawa pohon jambu yang terletak di samping rumah, dan dibawah pohon jambu itu ada sebuah para-para sebagai tempat untuk duduk-duduk sambil berteduh pada siang hari.
Aku tinggal diam. Tak satu pun kata yang ku lontarkan. Aku hanya menunggu apa yang akan disampaikannya kepadaku.

Tanpa mengeluarkan satupun kata, terlihat sedikit demi sedikit matanya berkaca-kacanya. Lalu ngalirlah air mata dipipinya. Aku tak berkata satu pun. Aku hanya bingung dengan apa yang saya lihat. Dia mengatakan padaku dengan suara yang lantang dan terputus-outus, “aku masih mencintaimu”. Tak satupun kata yang ku ucapkan. Apakah kamu mau, kit balikan dan jalani hidup seperti dulu saat kita bersama. Hhhmmm ….sabar dulu, aku masih harus fikir yang matang-matang agar aku tak tersesat. Air mata terus mengalir dan jatuh dari pipinya. Lalu aku balik bertanya padanya, benarkah kau masih mencintaiku, kamu sudah pernah berkata padaku bahwa mulai saat ini saya anggap kamu sebagi saudara saya tidak lebih dari itu. Tetapi saya minta supaya apa pun keputusanku kamu harus menerimanya.
 

Karena aku masih menyayanginya, aku katakana “bila kamu mau kembali padaku, kamu harus bisa merubah keluakuanmu yang kemaren dan kita jalani hidup baru bersama”
 

Aku akan sanggup untuk mencoba melakukannya, sahutnya. Lalu aku katakana “boleh”. Dia terus bertanya padaku “apakah kamu masih menganggapku sebagai saudara?”. Aku tidak menjawab pertanyaannya.
 

Tetapi pada akhirnya aku menerimanya sebagai sahabat dekatku.
Aku masih mencintaimu dan menyayangimu sayang. Dulu dan sekarang berbeda. Sekarang persahabatan kami lebih baik dari sebelumnya. Terimakasih saying, kamu sudah menerimaku kembali.

Arnold Belau)*