Rabu, 24 Oktober 2012

Gambaran Umum Pemahaman Orang Luar Papua Terhadap Papua

Krismas Bagau : Foto Ist

Ada yang tanya saya begini apakah orang Papua bunuh orang Papua itu bagaimana? Untuk menjawab pertanyaan itu, ini jawaban saya,….
Gambaran umum situasi Papua mengalami budaya membisu, diam dan takut melihat situasi Papua. Kadang orang bertanya mengapa terjadi pembunuhan? Dimana letak persoalan sebenarnya? Pertanyaan sederhana namun menyakitkan ketika orang pertanyaan seperti ini. Akal persoalan yang terjadi seluruh tanah Papua adalah orang Papua ingin menjadi tuan di negerinya sendiri. Mengapa ingin menjadi tuan di negerinya sendiri, karena pemerintah Indonesia mempunyai agenda besar dalam jangka panjang dan jangka pendek. Jangka panjang seperti kepentingan politik, ekonomi, keamanan dan lebih parah lagi pemusnaan etnis Melanesia terjadi di tanah Papua secara sistematis dan struktural. Hal tersebut di kemas dalam pembangunan nasional.
Dalam penderitaan orang Papua banyak orang, dalam hal ini penguasa,para elit politik dan tentunya orang-orang binaan NKRI menari-nari atau berdansa-dansa di atas penderitaan orang Papua. Sementara sumber daya manusia dan sumber daya alam diexploitasi atas nama NKRI. Contoh: ketika Musa telah dewasa, ia keluar mendapatkan saudara-saudara nya untuk melihat kerja paksa mereka, Dilihatnya seorang Mesir memukul seorang Ibrani, seorang dari saudara-saudaranya itu. Ia menoleh ke sana-kesini dan ketika melihatnya tidak ada orang dan Musa membunuh orang Mesir itu dan disembunyikannya mayat itu dalam pasir (keluaran 2: 11-12)
Dengan melihat persoalan ini, saudara-saudari yang tidak tahu Tanah Papua mengatakan bahwa di Papua terjadi banyak pembunuhan. Memang tidak bisa menyangkal eksistensi ini sebagai budaya NKRI terhadap tanah Papua yang terjadi penangkapan, pembunuhan secara terstruktular .
Bukan itu saja, ketika orang Papua menyuarakan aspirasi mereka agar martabat dan harga diri orang Papua dihargai, sedang dan terus menyuarakan suara bagi kaum yang tidak bersuara . Kebebasan dihadang untuk berdemonstrasi minta kebebasan dan meminta kesejaterahan namun diperhadapkan dengan moncong senjata dan diadili dengan  hukum serta dijerat pasal maker. Sementara kebebasan berdemonstrasi dijamin  oleh UU yang notabenenya UU yang dibuat oleh Negara Indonesia sendiri untuk menyampaikan pikiran atau pendapatnya tetapi tidak membuka peluang oleh NKRI. NKRI maunya berada dalam penjara ketakutan, kegelapan masa depan, eksproitasi, diskriminasi budaya bisu dan takut menyelesaikan persoalan Papua.
 Mengalami persoalan seperti ini NKRI sendirilah menciptakan sumber konflik yang tercipta di seluruh Tanah Papua sebagai tempat lahan/kebun mereka untuk berbisnis. Akibat dari persoalan tersebut peperangan pun tercipta membuat bagi orang yang tidak tahu tanah Papua mengatakan di Papua terjadi pembunuhan oleh orang Papua sendiri.
Pemahaman ini salah. Pada hal yang menciptakan sumber konflik di tanah Papua adalah pemerintah Indonesia dalam hal Ini  TNI/Polri yang mengacaukan situasi tanah Papua demi kepentingannya sendiri.
 Kebanyakan persoalan yang terjadi di Tanah Papua adalah ulah pemerintah NKRI sendiri. Orang Indonesia dalam hal ini NKRI merancang pemusnaan etnis Melanesia secara pelan-pelan. Roh Tuhan ada padaku, oleh karena Tuhan telah mengurapi aku ; ia telah mengutus aku untuk meyampaikan kabar baik kepada orang-orang sengsara, dan merawat orang-orang yang remuk hati, untuk memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan, membebaskan orang-orang terpenjarah, untuk memberitakan tahun Tuhan sudah dekat.
 Umat Tuhan yang diluar penjara dikejar dan dalam penjarah diam membisu, ditindas, dianiaya, dibantai, dipukuli, ketakutan, kegelapan masa depan, diskriminasi, eksproitasi takut yang disebabkan oleh kekejaman dan penjajahan Indonesia melampaui batas kemampuan manusia membuat orang orang Papua mencoba melawannya tetapi orang Papua diperhadapkan pada pembunuhan, pembantaian bagaikan binatang mau disembeli.
Juga di Papua dikenal dengan DOM (Daerah Operasi Militer), dan TBO yang singkatannya Tenaga Bantuan Operasi diturunkan ke Papua. Ini semua mengingkatkan kepada orang luar yang tidak tahu tentang Tanah Papua dan sering mengatakan pembunuhan terus terjadi karena malam menjadi keheningan yang meyelimuti dalam ingatan masyarkat Papua. Rentetan demi rentetan tembakan terus terjadi di tanah Papua menjadi saksi bisu ketika melihat kenyataan yang terjadi di mata orang Papua.
Keadilan sejati hanya ada pada Allah seluruh sekalian alam. Karena itu manusia wajib menyatakan dirinya dalam kebenaran dan keadilan sejati itu. Agar sanggup mengaktualisasikan martabat dan hakekat eksistensialnya sebagai manusia diantara sesama, tetapi juga sebagai hamba dihadapan Sang Pencipta.
Bisa melihat perlakuan pemerintah pemerintah kepada orang Papua seperti pembodohan, pemiskinan, diintimidasi, diteror  atas nama pembangunan nasional adalah salah satu pelanggaran HAM.
Maka perlu bertindak demi nasib masa depan anak cucu Papua. Supaya dapat memperoleh kemerdekaan dalam arti kesejaterahan yang sejati, sesuai visi dan misi otonomi khusus ditanah Papua dari sisi lain juga.
Ini semua merupakan  sebuah perjuangan untuk mencapai fundamental dan hakiki. Sebuah pencapaian yang dibutuhkan ialah sejarah pembuktian bahwa kehidupan problematika kehiduapan masyarakat Papua terletak pada akar masalah yang terus dialami sehingga pemahaman orang luar Papua bahwa Papua terus terjadi pembunuhan. Pembunuhan itu sebenarnya dilakukan oleh TNI/Polri yang memback up agar kkonflik antar orang Papua terjadi. Hal ini  tidak pernah dipikirkan namun yang disalahkan adalah orang Papua.
Jadi inti persoalan tentang pembunuhan yang terjadi di Papua itu adalah pihak ketiga yang intervensi kedalam. NKRl-lah yang menjadi aktor utama dalam seluruh kehidupan orang Papua demi mengeksploitasi sumber daya alam dan manusia Papua. Kemudian bagi masyarakat Papua tidak pernah merencanakan suatu kegiatan Pembunuhan. namun ini semua terjadi kepentingan pihak ketiga yang menciptakan lahan bisnis yang terstruktul dan sistematis sehingga kondlik antar orang Papua itu bisa terjadi.
 
Oleh : Krismas Bagau

Minggu, 14 Oktober 2012

Aneh, Ada Pemungut Kaleng di Tanah yang Kaya Raya

Arnold Belau
Ada sebuah pertanyaan yang sering muncul dari dalam pikiran saya ketika melihat bocah-bocah pribumi Papua memungut kaleng di pinggiran jalan. Mengapa ada pemungut kaleng diatas lumbung emas? Mengapa mereka memungut kaleng? Pertanyaan ini selalu mengintai pikiranku. Terus  dan terus aku berusaha untuk menemukan jawaban namun sangat sulit untuk menemukan dan terkadang rasanya stress untuk menemukan jawaban yang tepat untuk pertanyaan ini.

Mengapa ada pemungut kaleng diatas lumbung emas? Alasan utama yang paling mendasar adalah kurang mendapat perhatian dari orang tua. Meskipun di Papua terdapat berlimpah salah satu faktor utama untuk menjadikan orang sukses atau tidak sukses, berhasil atau tidak berhasil, mau jadi baik atau buruk, mau jadi rusak atau tidak itu semuanya tergantung pada cara mendidik anak dari orang dalam keluarga. 

Selain itu pada masa kanak-kanakan dan remaja hal yang paling dibutuhkan adalah kasih sayang dan perhatian dari pada orang tua. Sehingga sejak masih dalam tahap kanak-kanak dan remaja orang tua harus berusaha sebaik mungkin agar measa depan anaknya baik. Karena jika tidak memberikana kasih sayang dan perhatian yang baik kepada anak-anaknya tidak menutupi kemungkinan bahwa masa depan anaknya akan jadi suram. Apabilah dalam keluarga mendidik anak dengan baik maka kepribadian anak tersebut akan baik dan masa depannya pun akan lebih baik. Jika dalam medidik anak kurang mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang tua maka kepribadiannya akan menjadi kurang baik dan masa depannya akan kurang baik juga. Untuk menjawab pertanyaan, Mengapa ada pemungut kaleng diatas lumbung emas? Jawabannya adalah tergantung didikan dari orang tua dan tergantung pula perhatian dan kasih sayang yang diberikan oleh orang tua kepada anak. Kunci utama dalam membentuka kepribadian anak adalah orang tua sehingga orang tua dituntut untuk mendidik dan membentuk karakter anak dalam keluarga yang baik. Sebab apapun yang terjadi pada anak itulah hasil dari pada didikan yang diperoleh dari orang tua. Dalam kehidupan kita sehari-hari sering kali kita jumpai anak-anak yang kerjanya mengumpulakan kaleng dan bestu (besi tua) sebab tidak ada kerjaan yang bisa mereka lakukan.

Sehingga tidak heran jika diatas lumbung emas terdapat pemungut kaleng. Oleh karena itu kita tidak bisa menyalahkan siapa-siapa bila ada anak-anak yang kerjanya mengumpulkan kaleng di pinggiran jalan.

Apa saja yang mereka peroleh dari hasil pemungutan kaleng? Setelah mengumpulkan dan memungut kaleng, mereka membawa kaleng dan bestu tersebut kepada pembeli. Setelah menjual dan dapat uang dari hasil pemungutan kaleng dan besi tua, yang mereka lakukan adalah, beli minuman keras (miras) lalu mengomsumsinya, beli lem aibon lalu menghisap lem tersebut dengan maksud agar menghisap lem aibon dan bisa mabuk, beli roko dan membeli apa saja yang mereka inginkan. Yang mereka lakukan hanya untuk membeli dan miliki barang-barang yang bisa memuaskan mereka. Semuanya itu karena kurang mendapat kasih sayang dan perhatian dari orang tua, dengan demikian secara otomatis perkembangan kepribadian pun akan seperti yang mereka tanamkan sejak masa kanak-kanak dan masa remaja. Tempat tinggalnya pun tidak menetap seakan-akan anak-anak ini tidak ber-orang tua. Kehidupan mereka sangat memprihatinkan.

Apa yang harus dilakukan terhadap mereka agar kehidupan mereka kelak bisa berubah?

 Tidak ada cara lain selain memberikan perhatian secara khusus terhadap mereka. Hal yang terutama adalah kembali kepada orang tua, yakni bagaimana memberikan perhatian dan kasih sayang agar anak-anak tersebut benar-benar merasakan kasih sayang dan perhatian dari orang tua sehingga dapat bertumbuh dan berkembang menjadi orang yang punya impian dan mimpi yang indah bagi masa depannya. Hal yang kedua , jalan alternaif yang harus diperhatikan juga oleh pemerintah baik pemerintah adalah memberikan perhatian yang baik dengan cara mengumpulakn para pemungut kaleng dan bestu itu lalu memberikan pemahaman yang  mengambil hati mereka yang arahnya menuju ke jalan yang baik agar mereka bisa sadar bahwa yang mereka lakukan selama ini adaalah buruk. Kemudian bisa juga memberikan pekerjaan yang bisa mengubah hidup mereka menjadi agar tidak lagi mengumpulkan kaleng di pinggiran jalan.

Kerapkali pemerintah juga acuhkan dan tak memberi perhatian yang serius. Pada hal dana-dana yang masuk di provinsi Papua dan Papua Barat sangat besar jumlahnya mulai dari dan OTSUS dan yang sekarang pemerintah pusat programkan UBP4 untuk mempercepat pembangunan di tanah Papua. Jika pemerintah ingin agar masyarakatnya hidup sejahtera, setidaknya sebagian dan dialihkan untuk memperhatikan anak-anak yang terlantar. Jiak program ini berjalan dengan baik maka kesejahteraan akan tercapai. Dalam hal ini pemerintah juga dituntut untuk membuka mata dan memperhatikan anak-anak yang terlantar. Sebab uang-uang yang masuk di khas daerah provinsi Papua yang ada hanya jumlah dananya tetapi realisasinya tidak ada karena udan-dan itu hilang dari pertengahan jalan, entah kemana tidak tahu,

Semoga pemerintah bisa membuka mata dan memerhatikan kondisi anak-anak pemungut kaleng ini.

Arnold  Belau




MIMPI PANJANG PENDERITAAN RAKYAT PAPUA

Garda Papua
 “Otonomi Khusus (OTSUS) Kacau Balau”….Itulah ungkapan yang dikeluarkan Oleh Gubernur Barnabas Suebu pasca menduduki Tahta Pemerintahan Propinsi Papua. Itu artinya selama masa kekuasaan Gubernur sebelumnya (Almarhum J.P Salossa) tidak mampu merumuskan strategi penerapan Otonomi khusus yang diberikan sebagai jalan tengah meredam Aspirasi Merdeka yang diinginkan oleh seluruh rakyat Papua. Perdebatan tentang Otsus sampai saat ini masih terjadi misalnya pada tahun 2005 dengan ribuan kekuatan Rakyat bersama Dewan Adat Papua mengembalikan Otsus dan menuntut Referendum. 

Bahkan di bulan Juli 2010, musyawarah besar rakyat di Majelis Rakyat Papua menyatakan dengan tegas, bahwa OTSUS gagal total karena tidak mampu menjawab tingkat kesejahteraan baik pendidikan, kesehatan, ekonomi rakyat dan infrastruktur, tidak adanya aturan-aturan hukum daerah ( Peraturan Daerah Khusus), tidak berfungsinya 4 pilar OTSUS (Majelis Rakyat Papua, komisi hukum Ad Hoc, Komisi Kebenaran dan Rekonsliasi, Kantor perwakilan Komisi Hak Asasi Manusia, sehingga hasil Mubes Rakyat Papua mengeluarkan 11 rekomendasi tuntutan Rakyat Papua diantaranya; Undang-undang otonomi Khusus No. 21/2001 dikembalikan kepada Pemerintah NKRI; Segera dilakukan dialog antara Bangsa Papua dengan Pemerintah NKRI yang dimediasi pihak Internasional yang netral; Segera lakukan referendum bagi penentuan nasib Rakyat Papua; Pemerintah NKRI mengakui dan kembalikan kedaulatan Rakyat-Bangsa Papua sesuai proklamasi 1 Desember 1961; Mendesak dunia Internasional untuk berlakukan embargo dalam pelaksanaan OTSUS; OTSUS tidak perlu direvisi seperti yang dimaksudkan Undang undang No. 35 Tahun 2008 tentang perubahan undang undang No. 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua; Seluruh proses Pemilukada Kabupaten/kota se-Papua dihentikan; Para gubernur, DPRP dan DPRD Papua Barat, para Bupati, Wali Kota, dan DPRD kabupaten/kota se-Tanah Papua, segera hentikan penyaluran dana bagi penyelenggaraan Pilkada; Pemerintah NKRI di pusat dan daerah, segera hentikan program transmigrasi dan perketat pengawasan terhadap arus migrasi ke Tanah Papua; Segera membebaskan seluruh Tapol/Napol Papua tanpa syarat; Segera Lakukan Demiliterisasi di Tanah Papua; dan Segera tutup P.T Freeport. Hal ini membuktikan bahwa masa kekuasaan Almarhum Jap. Salosa maupun Barnabas Suebu tidak mampu menerapkan dan menjalankan OTSUS yang menurut Jakarta mampu memberikan kesejahteraan bagi seluruh Rakyat Papua. 

***Ingatan Rakyat Papua Terhadap Sejarah Peradaban dan Perjuangan*** 

Dahulu Papua merupakan daerah yang tidak tersentuh dari kepentingan bangsa-bangsa lain di dunia, aktivitas kehidupan setiap suku-suku tetap berjalan dari tahun ke tahun dengan perkembangan peradabannya. Sebelum kedatangan bangsa-bangsa Eropa, pedagang-pedagang Majapahit, Cina, Gujarat dan India lebih dulu singgah di Papua. Bangsa Eropa yang pertama singgah di Papua adalah bangsa Portugis yang kemudian disusul oleh Spanyol, Inggris, dan Belanda. Ada perubahan yang cepat ketika mulai tersentuh dengan bangsa lain seperti , Portugis, Spanyol, Inggris dan melalui Misionaris dari Jerman Ottow dan Geisler di tahun 1855 memasuki wilayah perairan Teluk Cenderawasih tepatnya di pulau Mansinam Manokwari. Di wilayah selatan menurut peneliti berkebangsaan Inggris, Thomas W. Arnold, agama Islam sudah ada pada abad XVI melalui kesultanan Bacan sekitar tahun 1520 an. Menurut DR. FC. Kamma wilayah daerah Teluk Cenderawasih merupakan daerah pertukaran/barter kebutuhan-kebutuhan ekonomi, bahkan sebelum Ottow dan Geisler memasuki wilayah itu di tahun 1814 Sultan Dayghton dari Celebes (Makassar) sudah terlebih dahulu menjajaki daerah tersebut. Pada 24 Agustus 1828 secara resmi Belanda mengumumkan kekuasaannya atas daerah Papua Barat dan meresmikan benteng Du Bus di kampung Lobo, Teluk Triton (Kaimana-Fakfak) sebagai symbol kekuasaan atas pulau Papua atau Nieuw Guinea. Selanjutnya pos-pos pemerintah Belanda didirikan di Manokwari dan Fak-fak pada tahun 1898 dan Merauke pada tahun 1910-setelah muncul sengketa dengan Inggris, Merauke merupakan daerah perbatasan dengan wilayah kekuasaan Inggris ( PNG)-, tahun 1904 diteluk Humboldt dibangun juga pos pemerintahan tepatnya di perkampungan yang dinamakan Hollandia, yang sekarang di kenal dengan Jayapura.

 ***Kepentingan Ekonomi Internasional Di Papua*** 

Pada awal abad 1900-an, Belanda mulai membuka perkebunan-perkebunan, Tahun 1935, perusahaan-perusahaan besar Belanda dan Inggris menggabungkan modal mereka dan mendirikan Perusahaan Nederlandsch Niuw-Guinnee Petroleum Mattschappij (NNGPM) bertujuan untuk melakukan eksplorasi untuk mencari sumber-sumber minyak dan kandungan mineral di wilayah Papua – sebelumnya (tahun 1907) perusahaan pertambangan minyak Royal Duutch Shell telah di bentuk namun tidak maksimal. Perusahaan-perusahaan swasta besar yang menanamkan modal dalam NNGPM adalah Bataafsche Pasific Petroleum Maatschappij, Standard vacuum Oil Company, dan Nederlandsche Pasific Proteleum Maatschappij, dengan masing-masing memiliki saham 40%. Dari pemerintah Belanda, NNGPM memperoleh hak atas daerah konsensi seluas 10.0000.000 hektar, yakni seluruh daerah kepala burung atau 1/3 daerah Papua. Ini sebagai konsensi pemerintah Belanda terhadap perusahaan swasta. NNGPM mendirikan pangkalan-pangkalan pesawat terbang amfibi sikosky di daerah Tanah Merah dan Ayamaru, guna kepentingan meneliti potensi lainnya dari udara. Hasil penelitian memperlihatkan adanya sumber-sumber minyak dan sumber mineral lain, sehingga tahun 1935 mulai diadakan penggalian percobaan di daerah pedalaman kepala burung (Sorong dan Teluk Bintuni). Dari hasil perkembangan industri minyak yang semakin luas tersebut, dapat membiayai penelitian ilmiah dan mendatangkan para ilmuwan dari luar yaitu ahli zoology, botani, kehutanan, geologi, geografi dan antropologi untuk mengeksplorasi lebih luas lagi dan mencari potensi mineral. Salah satu ekspedisi eksplorasi tersebut yakni dengan melakukan pendakian ke gunung Cartenz dan Eksberg, yang sekarang menjadi tempat beroperasinya pengembangan tembaga berskala besar (P.T Freeport), eksplorasi ini juga sekaligus mengembangkan peta Papua. Namun semua usaha perekomomian terhenti karena perang Pasifik, mengakibatkan perkembangan modal di Papua pun jadi terhambat. Sejak kepergian Belanda dari Papua pada tahun 1962 dan masuknya Indonesia pada Mei 1963 tidak banyak perubahan yang terjadi. Pemerintah Indonesia hanya melanjutkan apa yang sudah dikerjakan Belanda, yaitu mengatur administrasi pemerintahannya di Papua, membangun sekolah-sekolah yang sebagian besar hanya mampu diisi oleh penduduk pendatang yang tinggal di Papua, dan kesehatan yaitu mengambil alih tugas-tugas pengelolaan rumah sakit dan puskesmas peninggalan Belanda. Pada waktu itu semua pegawai pemerintahan diganti dengan orang-orang Indonesia. Arus migran dari Indonesia pun makin kencang, baik yang didatangkan atas rencana pemerintah maupun sebagai migran spontan. Selain sebagai pegawai pemerintah mereka juga berprofesi sebagi pedagang dan petani, yang lebih maju dari masyarakat Papua. 

***Kebijakan Pemerintah Indonesia Terhadap Papua*** 

Di masa pemerintahan Soekarno, kepentingan modal internasional sangat terganggu dengan menguatnya Partai Komunis Indonesia,. Situasi ini menjadi penghalang bagi masuknya modal di Indonesia, maka tidak ada jalan lain kecuali kekuatan penghalang itu harus di hancurkan, maka dicarilah sekutu sekaligus agen yang akan melaksanakan tugasnya tersebut, dipilihlah militer sebagai sekutu dan agennya. Terjadilah pergantian kekuasaan di Indonesia pada tahun 1965, naiklah sang diktaktor Soeharto mewakili kekuatan militer yang menjadi agen dari modal Internasioanal. Setelah tumbangnya Sukarno, babak baru eksploitasi dan membuat kesepakatan untuk perputaran modal internasional maka dengan kekuatan militer me-represif dan memanipulasi PEPERA Tahun 1969. Perlahan dibawah Orde Baru (Orba), Indonesia memasuki era keterbukaan terhadap modal Internasional. UU Penanaman Modal Asing (PMA) dengan mudah diundangkan oleh Soeharto pada tahun 1967. Mulailah aliran dana luar negeri diinvestasikan di Papua. PT.Freeport berdiri, mengeruk kekayaan alam Papua, dan berbagai macam perusahaan nasional maupun asing lainnya. Juga lembaga-lembaga Internasional (seperti IMF dan Bank Dunia) yang dikendalikan para pemilik modal besar Amerika Serikat dan sekutunya mulai mengatur ekonomi Indonesia dalam sebuah kerangka ekonomi liberal “pembangunanisme”. Papua memasuki era baru, neo-kolonialisme ( Penjajahan baru di bidang ekonomi ) dengan kepanjangan tangannya Orde baru. Bersama kekuatan militer, Orde Baru mengambil alih semua perusahaan-perusahaan asing di Papua ke tangan militer dan pengusaha-pengusaha dari birokrasi. – hak erfpacht (Guna Usaha) perusahaan dialihkan ke militer, perkebunan milik negara, militer, dan swasta di kontrol oleh jaringan keluarga Soeharto. Sekarang Papua telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari sistem perekonomian modal internasional yang diorientasikan pada ekspor sehingga bergantung pada bidang ekstraktif dan pertanian.

 ***Reformasi Tahun 1998 dan Jalan Tengah OTSUS***

Rezim Suharto – Habibie (1997 – 1998) memang terkenal otoriter dan diwarnai dengan sistem kekeluargaan yang kental, hal ini menghambat akumulasi (perputaran) modal dan investasi asing. Bisa dikatakan bahwa sebenarnya kepentingan modal internasional tidak terlalu peduli dengan sistem pemerintahan yang otoriter atau sebanyak apa rakyat Indonesia dibantai pada masa itu, karena yang lebih penting bagi pihak internasional adalah terciptanya kondisi yang stabil dan aman bagi uang atau investasi modal dengan hasil yang memuaskan bagi mereka. Pada masa rezim ini, tak ada satu tokoh politikpun yang berani melawan Suharto karena kuatnya struktur penindasan Suharto lewat Golkar dan Dwi Fungsi ABRI. Pemerintahan yang korup, tingginya tingkat inflasi, bangkrutnya sektor riil akibat krisis ekonomi, dan kekerasan negara memunculkan gelombang perlawanan rakyat yang kemudian berkembang menjadi lebih politis dan meluas dengan melibatkan mahasiswa. Gerakan tersebut berhasil menumbangkan Suharto yang berkuasa hampir 32 tahun lamanya. Hal tersebut kemudian memaksa Suharto meletakkan jabatannya dan menyerahkan kursi Kepresidenan kepada wakilnya B. J Habibie pada bulan Mei 1998. Ditengah kuatnya kekuatan modal internasional, maka pemerintah Indonesia lebih memilih untuk melakukan Liberalisasi ( perdagangan bebas) terhadap sektor ekonomi dimana kekuasaan ekonomi tidak lagi berada ditangan Suharto dan kroninya tetapi harus bebas kepada semua kekuatan elit-elit pemilik modal nasional. Pada masa-masa awal reformasi tersebut, partisipasi politik rakyat sangat tinggi dan banyak organsisasi yang muncul bagai jamur dimusim hujan serta banyak demonstrasi yang dilakukan dengan tuntutan yang berbeda-beda. Sesuai dengan tututan kepentingan modal internasional, maka wacana Otonomi Daerah mulai di bahas seiring dengan ketidakpuasan beberapa daerah di Indonesia dan ancaman 3 daerah (Aceh, Timor-Timur, dan Irian Jaya) untuk melepaskan diri dari NKRI. Hal tersebut mengharuskan Habibie membuat regulasi tentang Otonomi Daerah lewat UU No 22/1999 Tentang Pemerintahan Daerah dan UU No 25/1999 Tentang Perimbangan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah. Pada masa inilah, Habibie kemudian menawarkan opsi Otonomi Khusus atau Referendum bagi Timor-Timur. Sedangkan untuk Irian Jaya, Habibie dan DPR RI menetapkan UU No 45/1999 tentang Pemekaran Wilayah Irian Jaya yaitu propinsi Irian Jaya Barat, Irian Jaya Tengah, Kabupaten Paniai, Mimika, Puncak Jaya dan Kota Sorong. Kebijakan ini kemudian dikuatkan lagi dengan penunjukan pejabat Gubernur yaitu Herman Monim (Irja Tengah), dan Abraham O. Atururi sebagai Gubernur Irjabar lewat Kepres RI No 327/M/1999 tertanggal 5 Oktober 1999. Kemudian pada tanggal 19 Oktober 1999, Sidang Umum MPR RI mengeluarkan ketetapan MPR RI No IV/MPR/1999 untuk mendukung penetapan pemberlakuan Otonomi Khusus dalam kerangka NKRI yang diikuti dengan langkah-langkah strategis yaitu penyelesaian kasus pelanggaran HAM melalui proses pengadilan yang adil dan jujur. Setelah turunnya Habibie dari tampuk pemerintahan, ia digantikan oleh rezim yang terdiri dari para tokoh Cianjur yaitu Gus Dur – Mega (2000 – 2001). Mengikuti langkah pemimpin terdahulu (Habibie), Gus Dur yang juga salah satu tokoh reformasi melakukan perbaikan dengan mengeluarkan kebijakan yang memberi ruang pada terciptanya sistem pemerintahan yang demokratis dan memihak rakyat namun tetap melaksanakan agenda Liberalisasi ekonomi. Namun usaha perbaikan kearah lebih demokratis tersebut mendapat tantangan disebabkan terjadinya perpecahan diantara para tokoh reformasi tersebut melawan kekuatan lama yang membacking Suharto yaitu Golkar dan ABRI. Pada masa Gus Dur, wacana Otonomi Khusus tersebut mulai digarap lebih serius bersama Pemerintah Irian Jaya. Salah satunya adalah mengubah nama Irian Jaya menjadi Papua, selain itu mendorong pembuatan draf Undang-Undang Otonomi Khusus yang melibatkan kalangan akademisi Universitas Cenderawasih dan Universitas Papua serta penyelenggaraan Musyawarah Besar Rakyat Papua. Usaha dan niat baik Gus Dur dan unsur-unsur demokratik itu mendapat tantangan yang kuat. Gus Dur mulai dituduh sehubungan dengan Dana Bantuan Sultan Brunei, kasus Bulog, dan kasus separatisme (terselenggaranya Kongres Rakyat Papua II). Hambatan-hambatan tersebut memuncak dengan dilakukannya Sidang Istimewah MPR pada tanggal 23 Juli 2001 yang kemudian memutuskan untuk menurunkan Gus Dur dari kursi kepresidenan dan menggantikannya dengan wakilnya saat itu, Megawati Sukarno Putri. Turunnya Gus Dur dari kursi kepresidenan menunjukkan kekalahan unsur-unsur demokratik dan kemenangan dipihak unsur ultranasionalis yang diwakili oleh Megawati, dan PDI-P, serta poros tengah Amien Rais dan partai-partai pendukungnya. Rezim Megawati yang dikenal dengan Mega – Haz memang agak berbeda wataknya karena lebih bersifat ultranasionalis (sangat nasionalis). Komposisi rezim Mega – Haz merupakan komposisi pemerintahan yang baik sekali bagi kekuatan pendukung Suharto yaitu TNI/POLRI dan Golkar. Wacana dan draft RUU Otonomi Daerah yang digarap oleh Pemda Papua dan Akademisi Universitas Cenderawasih dan Universitas Papua tersebut kemudian disahkan oleh DPR RI menjadi UU Otsus Papua yang telah diedit dan dimodifikasi sesuai keinginan Pemerintah pada tanggal 22 Oktober 2001. Sikap setengah hati dari Megawati ditunjukan dengan dikeluarkan Instruksi Presiden (INPRES) no. 1/2003 untuk percepatan Implementasi UU no. 45/ 1999 tetang Pemekaran Papua menjadi Irian Jaya Barat, Irian Jaya Tengah, dan kabupaten Paniai, Mimika, Puncak Jaya dan pembentukan kota sorong. Inpres tersebut sangat bertentangan UU.No.21/2001 tentang OTSUS yang telah di undangkan. Dimasa Rezim Susilo Bambang Yudhoyono-Yusup Kalla, sistem pemilihan secara langsung oleh seluruh rakyat Indonesia. Hal ini menunjukkan ada ruang demokrasi yang melibatkan rakyat di dalam perpolitikan nasional. Rakyat Indonesia membutuhkan perubahan mendasar pada kehidupan bangsa yang lebih baik dari pemimpin-pemimpin rezim sebelumnya. Kemenangan SBY-JK melalui partai Demokrat ini menunjukkan bahwa rakyat sudah jenuh dan protes kepada partai berkuasa sebelumnya yakni PDI-P dan GOLKAR Namun Rakyat Indonesia mulai hilang harapan, karena pemerintah SBY-Kalla masih menerapkan system ekonomi yang sama dengan pemerintahan sebelumnya antara lain membuat kebijakan-kebijakan sesuai dengan pesananan modal internasional, sehingga aturan-aturan hukum-hukum yang menjadi dasar pelaksanaan kebikajakan baik pendidikan, kesehatan, ekonomi rakyat masih berpihak kepada modal internasional. Untuk masalah Papua SBY-JK berkomitmen dalam programnya untuk melaksanankan UU No. 21/2001 secara utuh dan konsekuen, sehingga mengeluarkan keputusan pemerintah No.54/2004 tentang MRP. Aturan ini mengatur secara khusus tentang prosedur pemilihan dan komposisi anggota MRP. Namun dalam pelaksanaanya MRP tidak mempunyai fungsi yang jelas untuk mengontrol kebijakan bagi kepentingan masyarakat adat, perempuan dan agama. MRP hanya di jadikan simbol untuk memenuhi amanat UU. Otsus no.21 tahun 2001 dan meredam tuntutan rakyat Papua yang semakin tidak percaya dengan keberadaan OTSUS . SBY justru membuat kebijakan-kebijakan yang sangat kontaproduktif dengan mengembangkan berbagai pemekaran di kabupaten-kabupaten baru tanpa melalui mekanisme MRP dan DPRP yang jelas melanggar dan bertentangan dengan UU OTSUS. Keluarnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) no. 1/2008 tentang perubahan UU. No.21 tahun 2001 yang kemudian diterapkan menjadi UU. No. 35/2008 untuk mengakomodir Propinsi illegal, Irian Jaya Barat menjadi Papua Barat dan Irian Jaya menjadi Papua tanpa melewati mekanisme MRP dan DPRP tetapi melalui keputusan sepihak pemerintah pusat dan Dewan Perwakilan Rakyat Indonesia . Hal ini membuktikan SBY sangat tidak serius dan kebijakan yang dibuat sangat politis untuk memikikan integritas NKRI sehingga kesejahteraan rakyat yang terakomodir dalam UU.21/2001 di khianati. Saat ini muncul wacana dan perdebatan terhadap pembentukan MRP Papua Barat, DPR Papua Barat, dan legitimasi peraturan daerah khusus yang berlaku untuk 2 propinsi tersebut.

***Ingatan Sejarah Melandasi Semua Perlawanan Rakyat Papua*** 

“Bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarahnya, dan jangan sekali-kali melupakan sejarah” itulah beberapa pernyataan Soekarno untuk menghargai proses perjuangan menuju cita-cita kemerdekaan Bangsa Indonesia . Proses Sejarah peradaban dan perjuangan diatas menegaskan dan meyakinkan tentang apa menjadi dasar kekuatan-kekuatan perlawanan rakyat Papua terhadap setiap rezim Pemerintah NKRI. Perjuangan Papua sampai saat ini membuktikan komitmen rakyat untuk mengawal bahkan menolak dengan tegas setiap aturan-aturan hukum Pemerintah Pusat yang sangat tidak memihak dan mematikan perkembangan manusia Papua. Otonomi Khusus yang diberikan kepada rakyat Papua bukan karena niat baik pemerintah tetapi karena ada gerakan perlawanan secara terus menerus yang dilakukan oleh rakyat dengan taruhan nyawa . Ada penilaian positif Rakyat Papua terhadap Bangsa Belanda, karena mereka mampu meningkatkan sumber daya manusia (tenaga produktif), baik pendidikan, kesehatan, peningkatan taraf hidup, infrastruktur, dan membentuk nasionalisme Papua. Namun ketika tahun 1969 PEPERA dilaksanakan dengan manipulasi dan kekerasan militer mengakibatkan trauma dan semakin hilang rasa kepercayaan rakyat Papua. Pembantaian, pembunuhan kilat, penghilangan nyawa secara paksa dan penculikan merupakan kebijakan yang sampai saat ini masih dipakai Pemerintah NKRI untuk meredam suara-suara kritis untuk menuntut keadilan. Hal ini terjadi dalam setiap peristiwa pelanggaran HAM (tahun 1963-tahun 2010 ) tidak ada satupun yang diselesaikan, sistem ekonomi dikuasai oleh para pendatang, pendidikan yang tidak menghargai kebudayaan asli Papua, kesehatan yang jauh dari teknologi, angka kematian yang tinggi, tersingkirnya Masyarakat Adat, dan pembiaran kepentingan investasi terhadap sumber daya alam secara legal maupun illegal. Keberhasilan pembangunan yang selama ini dikampanyekan oleh Pemerintah Pusat ternyata cuma dirasakan para birokrasi pemerintah Provinsi, Kabupaten, Distrik dan Kampung, para elit birokrasi Papua semakin lupa diri dan berfoya-foya dengan uang yang bertrilyun-trilyun tanpa mengevaluasi kegagalan-kegagalan kebijakan yang memarginalnya masyarakat Papua secara sistematis. Semua ini merupakan bentuk pejajahan yang sistematis dari pemerintah NKRI sehingga solusi untuk menyelesaikan persoalan diatas adalah Persatuan gerakan untuk memajukan potensi perlawanan. Seluruh kelompok gerakan perjuangan baik faksi-faksi, organisasi pemuda sudah saatnya untuk memikirkan dan membentuk pemerintahan oposisi/komposisi nasional/dewan nasional/pemerintahan persatuan/pemerintahan transisi ataupun apapun namanya untuk menyatukan konsep gerakan dalam satu wadah yang solid dan memiliki mekanisme kerja yang jelas serta melakukan kerja-kerja yang terstruktur di basis Masyarakat Adat sehingga menemukan budaya perlawanan yang baru yaitu perlawanan rakyat yang sesuai dengan kondisi masyarakat Adat Papua (Nasta).

oleh : Oleh :  Manyouri   
Sumber : www.gardap.org

Penny Wandagau

Penias Wandagau
Peneas wandagau namanya lengkapnya. Penny adalah nama sapaan untuknya. Aku menyapa dia dengan kakak Penny. Dia bukan teman kuliahku. Dia juga bukan teman sebayaku. Aku mengenalnya satu dua tahun lalu.

Pertama bertemudengan Penny di Nabire. Aku tak mengenalnya. Aku hanya mengenal namanya. Semenjak aku bertemu dengannya pertama kali di Nabire pun aku tak mengenalnya lebih akrab. Hanya sebatas saling menyapa.

Ketika aku melanjutkan studyku di kota jayapura saya mendapat ceritera tentang dia dari beberapa temannya yang pernah hidup di asrama yang saat ini saya sedang tinggal.

Jayapura itu Ibu kota provinsi papua. Kota bersejarah bagi orang Papua. Kota pendidikan. Kota yang penuh dengan tantanga. Itulah Jayapura.

Semenjak pertama kali aku tiba di Jayapura. Tepatnya pada tahun 2010 silam. Teman-teman asramaku bercerita tentang Penny. Menurut mereka Penny orang baik. Penny adalah orang yang taat dan patuh terhadap agama yang dianutnya. Tidak lain adalah agama Kristen. Pengikut Kristus sang pembela kebenaran. Singkatnya begitulah ceritatentang Penny.

Pada tahun 2010, Penny menyelesaikan studynya di Jayapura. Selesai dengan gelar Amd.E dari Sekolah Tinggi Ekonomi Port Numbay.

Untuk mengenal sosok Penny lebih jauh, diriku melakukan komunikasi dengan Penny melalu jejaring social di dunia maya. Jejaring social facebook.

Pada bulan juni aku bertemu kembali dengan Penny di Nabire. Senyum selalu terpampang pada wajahnya ketika bertemu dengan sesamanya. Sekilas aku mempelajarinya. Saat aku menenmuinya ia selalu menyapaku dengan senyum yang tak pernah hilang dari pipinya.

Pada tahun 2011 Penny melanjutkan studinya di kota Makassar. Dan pada tahun 2012 Ia menyelesaikan S-1 di Makassar.

Penny sosok yang unik bagiku. Setelah aku banyak belajar tentang dia. Dia adalah salah satu dari sekian banyak orang yang saya pernah jumpai dan temui dalam hidup saya.

***

Penny lahir di Hitadipa. Pendidikan dasarnya atau SD ia selesaikan di kampung kecilnya. SD YPPGI HItadipa dan selesai pada tahun 2002. Jejang berikutnya yaitu, SLTPnya ia selesaikan di SLTPN 1 Sugapa dan meyelesaikan studinya di jejang SLTP pada tahun 2006. Untuk lanjut ke jenjang berikut lagi yakni SMA. Ia nekat untuk keluar dari kampungnya. Terutama tinggalkan keluarganya dan pergi merantau untuk menimba ilmu. SMA YPK Tanbernakel Nabire menjadi pilihn hatinya. Ia menyelesaikan pendidikan di tingkat SMA pada tahun 2009. Jayapura menjadi kota pilihan hatinya untuk menlanjutkan studinya ke perguruan tinggi. Ia menyelesaikan pendidikan di bangku kulaih pada tahun 2010. Kemudian Penny lanjut lagi di Makassar. Saat ini Penny sedang mengikuti tranning pada PT.Bank Papua. Penny lulus dari sekian ratus perserta dan saat ini secara resmi menjadi pegawai.

Singkatnya perjalanan study Penny yang aku ketahui demikian,….

Jumat, 12 Oktober 2012

RIP Untukmu Pewarta Tua


“Sebelum aku melanjutkan sedikit cerita tentangmu dan cerita terakhir bersamamu, izinkankalah saya menyampaikan rasa duka yang tak terhingga atas kepergianmu. Dan izinkan pula untuk aku sampaikan rasa terimakasih yang tak terhingga untukmu


***


Angin kencang masih menerpa tubuhku. Dingin pun tak amau kalah dengan agin. Udara yang sangat dingin terasa di tubuhku. Tubuhku tetap saja merasakan angin yang terus menerpa tubuhku. Walau tubuhku sudah kulapis dengan jacket yang tebal dan celana panjang serta kakiku ke kenakan sepatu lumpur yang besar. Sepatu itu tingganya sebatas lututku. Walau demikian dingin tetap saja kurasakan.

Mata hari sudah tak memacarkan sinarnya lagi. Ia sudah hilang dibelakang gunung. Gunung yang terletak di bagian barat ibukota kabupaten intan jaya. Hari pun terlihat gelap. Meski tak segelap malam hari. Di gunung bula terlihat awan yang tebal masih menutupi pepohonan dan ujung dari gunung itu. Tak satu pun yang bisa dilihat dengan mata telanjangku. Barangkali untuk orang lain pula pada saat itu.

Hari itu suhu memang sangat dingin. Dan itu harus saya akui. Ditengah kedinginan itu tetes-tetes air hujan pun turun tiada henti. Hujan tidak deras. Hanya gerimis. Sempurnalah. Angin yang bertiup kencang. Suhu yang sangat dingin ditambah lagi dengan hujan gerimis disore itu. Tubuhku tetap saja merasakan dingin itu. Rumit untuk digambarkan.

Aku melangkah ke Waboagapa. Jaraknya kira-kira 6 km dari tempatku. Tidak ada angkot. Tidak ada becak. Tidak ada taksi. Tidak ada ojek. Apalagi kendaraan umum. Maklum daerah yang baru berkembang semenjak daerah itu dimekarkan menjadi daerah otonom baru.

Niatku ingin ke sana untuk bertemu dengan Misael Sondegau. Teman kuliah dan teman seasramaku di Jayapura yang saat itu sedang berlibur bersama keluarganya disana. Niat untuk menemui misael memaksaku untuk harus pergi kesana.

Aku bertemu dengan Misael di Yokatapa. Misael mengajakku untuk pergi kerumahnya. Saya mengiyakan dan kami pun pergi. Kami sudah sampai dirumahnya. Rumah terliahat sepi. Hanya hewan piaraan yang ada dihalaman rumah. Misael mengajakku membuka sepatu yang aku pakai. Tidak lama kemudian suara orang terdengar. Suara yang taka asing bagi aku dan tentu untuk Misael pula. Langsung kutebak. Itu suara ayahmu, Misael.


***

Ingatanku masih segar. Suara terakhirmu yang kudengar itu masih tersimpan di dalam memory ingatanku. Kapa miee… (datang kemari) sahutmu dari dalam rumahmu yang tua itu. Barangkali rumah itu sudah berusia belasan tahun. Material rumah itu sudah menghitam. Hampir tak kelihatan warna material aslinya. Jelaslah rumah itu sudah tua. Tentu umurnya pun sudah tua. Bahkan puluhan tahun. Pastinya aku tidak tahu berapa usia rumah itu.

Suara lantangmu yang taka sing untukku itu terdengar di telingaku. Aku lebih dulu menghampiri rumah tradisional itu. Aku melangkah masuk kedalam mendahului Misael, putramu.

Kudapati kau sedang makan. Makan bete. Bete yang dipanen dari kebunmu. dan tentu kebunmu itu jauh dari rumah. Kau bersama kekasihmu sedang menyantap makanan yang sudah dimasak oleh kalian berdua itu. Aku senyum terharu sambil menyapamu. Kekasihmu menyapa aku lebih dahulu berikutnya kau menyapa aku. Sekilas memandang wajahku, kau sedikit cuek memandang wajahku. 

Kau mungkin sempat mencari aku. Siapa saya sebenarnya. Tetapi kekasihmu yang selalu dan setia menemani sepanjang hidupmu memberitahukanmu bahwa aku adalah anak dari almarhum ayahku yang juga adalah teman dekatmu.

Mendengar itu kau memandang kembali wajahku. Aku hanya tersenyum melihat aksimu itu. Kau dan kakasihmu itu memang orang baik. Sedikit iri aku pada kalian berdua. Iri gaya bercanda kalian berdua. Terfikir aku. Ternyata mereka berdua benar-benar saling menyayangi dan membina keluarga kalian dengan penuh kasih sayang.

Tak banyak bicara. Kau hanya kagum ketika memandangku. Dan terus memandangku sambil menikmati bete bakar.

Kau beri aku sebagian bete yang sudah kau belah. Saat ini aku benar-benar sadar bahwa itu makanan terakhir yang kau berikan padaku. Aku pun dengan senang hati menerima bete dari tanganmu dan menghabiskannya sambil bercerita dan bercanda bersama di rumah tua yang dulu kau buat itu.
Hari terakhir bersamamu itu takkan kulupakan. Akan slealu membekas dihatiku.

Kini giliranku untuk mengucapkan berlimpah terimakasih kepadamu. Kau pewarta tua. Kau pekabar injil. KiniAllah bapamu, Allahku dan Allah kita memanggilmu. Tak ada yang bisa membatalkan rencana Yang Maha kuasa. Itu lah yang memang terjadi dan mau tidak mau harus diterima walau hati tak rela.

Kini engkau di planet lain. Aku hanya memanjatkan doa kepada Yang Maha kuasa agar enkau diterima-Nya di tempat yang baik bersamanya.

Jasa-jasamu sebagai pewarta injil akan tetap dikenang oleh umat yang pernah kau ajarkan kabar terang. Kabar keselamatan. Kabar kebenaran. Yaitu ajaran Kristus.

Terimakasih bapak Rafael sondegau. Beristirahatlah dengan tenang. Semoga arwahmu diterima oleh-Nya.  Dan keluarga yang ditinggalkannya diberikan penghiburan yang berlimpah.

RIP. Amakanee Aita. Rafael Sondegau.

Arnold Belau