Jumat, 20 Mei 2011

AJARAN BUDDHISME TENTANG DUKKHA DAN RELEVANSINYA DENGAN PENDERITAAN MASYARAKAT PAPUA.

Saya melihat dan mempelajari ajaran buddhisme tentang dukkha dan relevansinya dengan penderitaan masyarakat Papua. Ini menjadi sorotan untuk diselidiki. Alasan yang paling fundamental tergambar dan terlihat bahwa di sana terjadi penderitaan yang membawa suatu pengharapan. Pengharapan itu terjadi karena ada sesuatu yang dipandang sebagai tetap ada. Ada artinya sebuah jalan keluar dari penderitaan mencapai impian yaitu kebebasan. Kebebasan yang tercapai jika dan hanya jika sadar dari penderitan membawa habitus baru dalam kehidupan. Dalam tulisan saya ini tidak bermaksud menyajikan seluruh filsafat mengenai tema, namun sesuai dengan pemahaman Saya akan menguraikannya dari sudut pandang ajaran Buddhisme.

Buddhisme lahir dari ketidaksetujuan praktek ritual dalam weda yang pada awalnya berisi cara-cara praktis mencapai keselamatan. Kemudian ia berkembang menjadi satu sistem. Buddha mengajarkan bahwa kondisi realitas bersifat sementara dan berhubungan. Manusia menderita dalam hidup karena hasrat yang tak berkesudahan pada hal-hal sementara. Pembebasan dari penderitaan dilakukan dengan melatih pikiran dan tindakan. Dengan tindakan yang benar, hal yang baik akan datang.
Pandangan hidup Buddhisme bersifat pesimistis yaitu: hidup adalah penderitaan. Pesimisme itu mendorong disediakannya jalan untuk mengatasi penderitaan. Penderitaan itu terbagi menjadi tiga bagian, yang pertama penderitaan harian. Penderitan harian tampak dalam kesulitan. Kedua, Viparinama Duka adalah penderitan sebagai akibat ketidakstabilan dalam hidup. Perubahan dialami terus-menerus. Dunia, tidak stabil sementara tanpa identitas/diri. Yang ketiga, Samsara Duka adalah penderitan sebagai akibat dari kehidupan yang sudah ditentukan/ditakdirkan.

Buddha menawarkan hal yang paling penting adalah sikap moderat. Kemoderatan tampak dalam sikap mengayomi apa saja, dalam ajaran tentang kasederhanaan dalam menikmati sesuatu dan tiadanya perendahan diri yang ekstrim. Ada empat ajaran mulia yang ditawarkan Buddhisme yaitu: yang pertama Dukkha adalah penderitaan ada di mana-mana. Yang kedua Samudaya adalah sebab dari penderitaan adalah hasrat yang tidak pada tempatnya dan yang berakar dalam kemasabodohan. Yang ketiga adalah Nirodha adalah ada akhir dari penderitaan, yaitu Nirwana (kemunkinan pembebasan ada bagi setiap orang). Dan yang keempat Maggo adalah ada sebuah jalan keluar dari penderitaan yang dikenal sebagai delapan langkah mulia.

Berdasarkan ajaran Buddhisme tentang Dukkha terlihat pada realitas orang Papua dari tahun ke tahun mengalami penderitaan. Menurut Dumma Socrates Sofyan Yoman, penderitaan yang dialami masyarakat Papua adalah penjara ketakutan, kegelapan masa depan, diskriminasi, diintimidasi, diteror, dianiaya, dieksploitasi, budaya bisu dan takut yang disebabkan oleh kekejaman dari penjajahan Indonesia yang berwatak militeristik terhadap sumber daya alam yang buat mereka menderita. Masyarakat Papua menderita karena ingin bahwa segala sesuatu tetap ada, seperti sumber daya alam yang dieksploitasi oleh pemerintah Indonesia yang bekerja sama dengan investor asing seperti PT. Freeport Tembagapura. Investor asing mengeksploitasi sumber daya alam tanpa memperdulikan hak ulayat pemilik tanah. Kritik terhadap penderitaan yang dialami dari tahun ke tahun di atas tidak ada penyelesaian secara tuntas, menyeluruh dan manusiawi, sementara sumber daya alam dikuras dan dieksploitasi, sehingga generasi penerus Papua menuntut hak dan kebebasan yang paling tinggi yaitu kebahagian dari hasil sumber daya alam, tetapi yang ada hanyalah penderitaan.

Melihat realitas seperti di atas maka masyarakat Papua menuntut untuk keluar dari Dukkha dan meminta Maggo melalui aksi damai tetapi tidak diberi, sehingga Papua menjadi medan pertempuran yang besar. Pertempuran yang membawa masyarakat Papua menjadikan tanah sebagai peristirahatan terakhir. Masyarakat Papua yang mendiami tanah Papua hanya menjadi saksi bisu atas penderitaan dan mengingat sedikit dan menulis sedikit saja, tetapi dunia tidak akan lupa pada mereka yang wafat karena perjuangannya. Perjuangan itu tetap berlanjut dan dikenang terus. Kenangan untuk menyelesaikan pekerjaan mereka yang belum selesai yang telah mereka memulai dengan perjuangan dukkha yang dasyat, maka sekarang tugas generasi adalah menyelesaikan perjuangan mereka yang belum tuntas. Perjuangan Dukkha yang dialami masyarakat Papua di atas kekayan alam merupakan salah satu tuntutan pengharapan yang manusiawi, sebab ketidaksetujuan terhadap eksploitasi yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia yang bekerja sama dengan investor asing. Penderitaan itu terus dialami dan diwariskan kepada generasi penerus sampai sekarang, maka reaksi dari generasi penerus sekarang adalah menuntut untuk meluruskan sejarah integerasi secara fundamental dan hakiki demi mencapai Nirvana.

Masyarakat Papua ingin hidup damai, tidak ada kerusuhan, tidak ada perang, tenang, tenteram hati, keadaan tidak bermusuhan, rukun sebagai dasar untuk membangun kesejatian hidup yang realitis di atas kekayan alamnya. Arthur Schopenhauer mengatakan bahwa: Realitas fundamental adalah kehendak. Karena kehendak akibatnya hidup dipenuhi perjuangan, konflik dan ketidakpuasan. Terinspirasi oleh Buddhisme ia mengatakan bahwa semua kehidupan adalah penderitaan yang hanya dapat diatasi dengan mengakhiri hasrat. Untuk mencapai Nirvana dalam ajaran Buddhisme perlu adanya upaya untuk menyuarakan pembebasan dari dukkha. Dukkha akan keluar, jika dan hanya jika penderitan dipandang sebagai Nirodha, maka perlu adanya Maggo sebagai jalan keluar dari penderitaan adalah hasrat. Hasratlah yang membawa pada kesadaran yang tinggi dari pemerintah Indonesia. Mengapa masyarakat Papua menuntut kebebasan dari Dukkha, karena mereka belum menemukan Maggo sebagai sebuah jalan keluar dari penderitaan yang dikenal sebagai delapan langkah mulia terhadap nasib masyarakat Papua kedepan.

Jika berdasarkan konsentrasi penuh pada ajaran Buddhisme tentang Maggo dan didukung terus oleh pemerintah Indonesia dalam mensejahterakan masyarakat Papua berarti tidak ada tuntutan untuk keluar dari integrasi dengan negara kesatuan republik Indonesia. Masyarakat Papua berpikir bahwa jika mencapai Maggo berarti tidak ada yang dipersoalkan terhadap integrasi masyarakat Papua dari negara kesatuan republik Indonesia. Fakta membuktikan bahwa Dukkha yang dialami masyarakat Papua membutuhkan ajaran Nirodha yaitu ada akhir dari penderitan yaitu Nirvana, maka untuk mencapai Nirvana perlu adanya kebenaran kesadaran sebagai jalan menuju Maggo. Realitas yang dialami harus dipandang sebagai awal dari perjuangan menuju kebaikkan. Kebaikan menghasilkan penyempurnaan pemisahan diri dari Dukkha, jika ada niat yang baik. Dukkha berarti pemisahan diri yang menghasilkan keseimbangan hubungan kekerabatan untuk membangun kebebasan. pembebasan artinya lepas dari penindasan terhadap masyarakat Papua menuju kualitas hidup yang tertinggi.

Semua penindasaan terhadap masyarakat Papua membutuhkan penyelesaian. Cara penyelesaiaannya membutuhkan keterbukaan diri dari pemerintah Indonesia. Kesadaran pencapaian Nirvana membutukan harmoni sebagai dasar perdamaian antara manusia dengan sesama untuk menciptakan toleransi. Toleransi dapat dimulai dengan membuka diri dan menghargai pandangan yang berbeda demi suatu kehidupan bersama dengan mengedepankan perikemanusian yang dapat dikembangkan melalui diri dalam relasi cinta, dan adil terhadap manusia sebagai sesama.

Dukkha pada masa kini tidak relevan untuk manusia dalam semua bidang kecuali dalam bidang-bidang tertentu seperti pendidikan. Yang dibutuhkan adalah bijaksana dalam segala hal. Jika bertindak bijaksana sesuai dengan akal budinya, maka kebahagian itu juga sama dengan keutamaan. Keutamaan dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia dengan cara berpikir dan bertindak secara rasional terhadap masyarakat Papua, dan mengajarkan Maggo sebagai jalan keluar dari Dukkha. Menurut Plato, manusia mengoptimalkan keutamaan adalah ketika manusia adil. Kejahatan terbesar adalah ketidakadilan (ketidakbenaran) saat manusia hidup jahat dan tidak tahu diri, dalam diri orang itu tidak ada harmoni. Ajaran Buddhisme dapat diterapkan dengan berkat ketenangan batin. Seandainya perasan batin tidak memberi ketidaktenangan tentang tindakan moral yang salah, juga bisa membawa dampak yang membuat masyarakat Papua menjadi canggung untuk mempertahankannya terhadap manipulasi kebodohan dan berjuang melawan dukkha.

Jadi, Penderitaan yang dialami masyarakat Papua adalah penjara ketakutan, kegelapan masa depan, diskriminasi, intimidasi, teror, aniaya, eksploitasi, budaya bisu dan takut yang disebabkan oleh kekejaman dari penjajahan Indonesia yang berwatak militeristik terhadap masyarakat Papua harus di hentikan. Yang diinginkan oleh masyarakat Papua adalah bebas dari penderitaan (dukkha) secara tuntas, menyeluruh dan manusiawi. Sehingga Sorotan yang disodorkan pun dapat memenuhi keinginan masyarakat Papua untuk hidup dengan bebas merdeka di dalan negara kesatuan republik Indonesia.

Merdeka merupakan salah satu keinginan insani yang amat mendasar. Pembebasan dari penderitan dilakukan dengan melatih pikiran dan tindakan berdasarkan aturan karma, sehingga masyarakat Papua ingin yang buat mereka mencapai nirvana adalah hidup damai, tidak ada kerusuhan, tidak ada perang, tenang, tenteram hati, keadaan tidak bermusuhan, rukun sebagai dasar untuk membangun kesejatian hidup yang realitis diatas kekayan alamnya. Masyarakat Papua membutuhkan adalah keterbukaan diri dari pemerintah Indonesia, demi membangun dan mengajarkan tentang kehidupan baik dengan kesadaran. Kesadaran yang keluar dari dukkha dangan mendepankan ajaran buddhisme tentang maggo sebagai delapan langkah mulia di terapkan dengan baik secara fundamental dan hakiki terhadap penderitaan yang di alami masyarakat Papua.

oleh : Krismas Bagau

Sabtu, 14 Mei 2011

Seandainya Kau Masih Ada

Seandainya kau tidak pergi
Seandainya kita tidak berpisah
Aku masih bisa memanggilmu ‘Kakak’

Walaupun kau tidak berthan lama di planet ini
Walaupun kau dan aku tak saling mengenal
walaupun kau dan aku tak saling tahu
Walaupun kau belum memberikan senyum manismu padaku
Aku tahu bahwa dulu pernah kau ada

Entah kau dimana aku tak tahu keberadaanmu
Hanyalah cerita tentangmu yang bisa kudengar
Hanyalah bisa kudengar untaian kata yang bisa kudengar ditelingaku
Sulit untuk kubayangkan seperti apa dirimu
karena kita berada di planet yang berbeda
karena kita tidak bersama
aku yakin bahwa disuatu saat bila ajalku aku bisa bertemu denganmu
dan aku bisa memanggilmu ‘Kakak’

Semoga kau baik-baik disana “KAKAK”

( Buat Kak Felix B )