Kamis, 08 November 2012

Tabi, Bermula dari Perdagangan


Andy Tagihuma : Foto Ist
Nama Hollandia diresmikan Kapten KNIL FJP Sachse pada 7 Maret 1910 yang menandai pembangunan perumahan dan tempat kerja; pos di Pulau Debi kemudian ditutup dan dipindahkan ke Hollandia.

SEJAK berabad-abad yang lalu Tabi yang berada di bibir lautan Pasifik dengan pemandangan indah panorama alam yang berbukit-bukit mengundang para pelaut yang melewati utara Papua untuk singgah sejenak. Keindahan Tanah Tabi itu tercatat dalam penggalan catatan harian Pdt. Bink, “Semua musafir yang mengunjungi Teluk Yotefarau Menyatakan kagum akan keindahan alamnya…kesan yang sama telah saya dapatkan tahun yang lalu, ketika mengadakan kunjungan yang singkat. Dan kini, setelah memasuki teluk itu dan kemudian dari dekat berkenalan dengan bagian dalamnya, saya harus mengatakan, “Ya, benar Teluk Yotefarau dan terutama teluk bagian dalamnya, menyajikan pemandangan yang indah.”

Para pelaut Eropa yang melakukan ekspedisi ke Samudera Hindia, dan melewati Papua di antaranya, Jorge de Meneses pada 1524, Alvaro Saavedra 1528, Grijalva Y Alvarado 1537, Inigo Ortiz de Retes 1545. De Reteslah yang memberikan nana Nova Guinea. Namun khusus untuk Tanah Tabi, pelayar berkebangsaan Prancic Louis Antonie Baron de Bougainville tiba pada 1768.


Saat memasuki Teluk Imbi, tampaklah Gunung Dafonsoro yang tinggi menjulang dan tampak angker, Bougainville lalu menamakannya Cyclop yang di ambilnya dari epik Yunani yang mengisahkan tentang Cyclops sebagai anak Gaia (Bumi) dan Uranus (langit). Cyclops memiliki tiga saudara yang bekerja sebagai pandai besi untuk Dewa Olympia, pembuat halilintar untuk Dewa Zeus, dan pembuat Trisula untuk Dewa Poseidon.

Seorang pelaut bangsa Prancis Jules Sebastian Cesar Dumond d'Urville tiba di Teluk Imbi pada 12 Agustus 1827 dangan kapal layarnya yang bernama Astrolabe. Ia masuk dan berlabuh di Teluk Imbi. Dumond d'Urville manamakan teluk yang indah ini, Humboldtbaai sebagai penggharggan pada FH Alexander Baron von Humboldt yang terkenal dalam perjalanan di tahun 1799-1805 melalui Amerika Selatan-Tengah.

Willem Doherty, seorang peneliti jenis-jenis hewan berkebangsaan Inggris menyinggahi teluk Humboldt pada 1892. Ia melakukan perjalanan ke Danau Sentani dan membuat catatan tetang beberapa jenis hewan di sekitar Danau Sentani. Di tahun berikutnya,  1893, G.L. Bink, seorang mmisionaris, tiba di Metu Debi, selama hampir tiga bulan. Ia melakukan observasi dan perjalanan ke Danau Sentani.

J.M. Dumas, seorang pedagang, tiba di Metu Debi pada 1900. Ia kemudian membuka dagangannya dan menetap di pulau Debi. Dumas menerima burung cenderawasih yang sudah di diawetkan. Selama 1900-an, hampir 1000 lebih cenderawasih dikirim ke Eropa. Di antara 1908-1912, pemerintah Nederlands India atau Hindia Belanda membuka Posthouder di Pulau Debi dengan ditempatkanya tuan P Windhouwer, karena  waktu itu Neiuw-Guinea bagian utara di bawah kekuasaan Residen Ternate dengan asisten Residennya berkedudukan di Manokwari.

Pemerintahan awal di Jayapura dimulai saat diterbitkan Besluit atau Surat Keputusan Pemerintah Hindia Belanda No. 4 tanggal 28 Agustus 1909.  Surat Keputusan ini berisi tentang diperbantukannya satu detasemen militer kepada Asisten Residen Noord Nieuw-Guinea di Manokwari.

Sebagai tindak lanjut Surat Keputusan tersebut, pada 28 September 1909, Kapal Perang Hr. Ms EDI masuk Teluk Imbi dan mendaratkan penumpangnya di muara Kali Anafree. Sebuah detasemen militer di bawah pimpinan Kapten Infanteri FJP Sachse yang terdiri dari empat perwira, 80 tentara, 60 pemikul barang, beberapa pembantu dan isteri-isteri para angkatan bersenjata sebanyak 290 orang. Setelah mendarat, mereka segera menebang pohon-pohon kelapa untuk mebangun bivak. Pohon-pohon kelapa yang ditebang diganti rugi kepada pemiliknya sebatang dihargai 40 ringgit (atau 40*f 2,50 = f 100/seratus gulden/rupiah).

FJP Sachse menamakan teluk yang melengkung ini Hol (lengkung), dan land (tanah). Jadi, Hollandia artinya tanah yang melengkung atau tanah, tempat yang berteluk. FJP Sachse melihat geografi kota Jayapura yang hampir sama dengan garis pantai utara negeri Belanda, memberi nama yang sama dengan Hollandia di Belanda.

Nama yang baru diberikan itu diproklamirkan Kapten KNIL FJP Sachse pada 7 Maret 1910. Dengan diresmikannya nama ini dan dimulainya pembangunan perumahan dan tempat kerja, pos di Pulau Debi ditutup dan dipindahkan ke Hollandia.

Pindahnya aktivitas ke Hollandia tidak membuat pulau Debi sepi. Pada 1913, Pendeta FJ van Hasselt membuka gereja dengan sekolah di Pulau Debi. Pembukaan sekolah ini menjadi salah satu gerakan penyebaran misionaris yang semakin jauh ke Tanah Tabi.

Di masa Perang Dunia II, Jayapura menjadi tempat strategis bagi Amerika dalam melancarkan strategi lompat katak dalam melawan Jepang. Saat itu, Abepura menjadi pusat rumah sakit terbesar di Pasifik. Kini beberapa rumah kinstreng (rumah bundar) yang tersisa masih bisa kita lihat dekat Jalan Sekolah, atau dekat Jalan Baru, pasar lama dan di kompleks militer Jayapura.

Selain bagunan tersebut, beberapa tempat masih menggunakan nama yang diberikan saat Perang Dunia II, seperti Base-G (Basis Militer koordinat G), Army Post Office (APO), DOK II sampai DOK XVIII.

Usai perang, Residen JP Van Eechoud membuka sekolah Bestuur di Makanwai. Di sana, ia menganjurkan dan meminta Sugoro Admoprasojo sebagai Direktur Sekolah Bestuur untuk mempersiapkan orang Papua menduduki jabatan dalam pemerintahan. Selain Sekolah Bestuur, di Kampung Harapan juga di bangun sekolah Pertanian. Di tahun 1944-1946, dataran Makanwai (Kampung Harapan) diganti namanya menjadi Kota NICA dan menjadi Ibu kota Keresidenan Nieuw-Guinea. Kemudian pada Maret 1946-1951, Kota NICA dipindahkan ke Hollandia Binen, di bekas kompleks Rumah Sakit Armada ke-VII. Hollandia Binen kemudian menjadi Kota Baru.

Nama Kota Jayapura, jaya (menang) dan pura (kota) sekarang ini, terus berganti, dari Hollandia, yang berarti daerah berbukit-bukit dan berteluk di masa pemerintahan Belanda dan sebagai ibu kota "Dutch New Guinea." Setelah Indonesia masuk pada 1 Mei 1963, sejak saat itu nama "Hollandia" menjadi "Sukarnopura" (1969-1975), dan akhirnya "Jayapura." (Oleh : Andy Tagihuma)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Kawan, Tinggalkan ko pu Komentar Disini.....