Rabu, 21 Desember 2011

Piter Tabuni : Tenaga Guru Di Kabupaten Intan JayaSangat Kurang

Kabid TKSD Kabupaten Intan Jaya, Piter Tabuni S.Pd (Foto : Beatrix Tabuni)
Intan Jaya--- Tenaga guru untuk TK dan SD di kabupaten Intan Jayasangat kurang, hal ini disampaikan oleh Piter Tabuni, S.Pd, kepala bidang TK dan SD kabupaten Intan Jaya, Papua pada kamis (22/12) siang tadi.

Kepada Papuan Voice melalui telephone selularnya Piter Tabuni mengatakan “seharunsya tenaga pendidik di kabupaten Intan Jayasatu sekolah jumlah gurunya minimal enam sampai sepuluh guru tetapi yang terjadi di lapangan tidak seperti yang diharapkan”, kata Piter Tabuni.

“Setiap SD di Intan Jayarata-rata gurunya hanya satu guru dan paling banyak dua atau tiga guru saja. Guru di tingkat TK maupun SD di kabupaten Intan Jayasangat kurang sekali”, tambahnya.

“Kurangnya guru di kabupaten Intan Jayaini bukan karena kelemahan dari dinas Pendidikan kabupaten Intan Jayatetapi, hal ini disebabkan juga karena usia kabupaten Intan Jayabaru berumur tiga Tahun, sehingga hal ini bisa dimaklumi”, tuturnya.

Dengan melihat kondisi seperti ini kami dari pihak dinas sedang berusaha agar anak-anak sekolah di Intan Jayamendapat pendidikan yang layak.

“Kami sedang mencari guru kontrak untuk semua TK dan SD yang ada di kabupaten Intan Jaya. Untuk kontrak guru kami sedang membangu n kerja sama dengan universitas cenderawasih bidang pendidikan, KPG Nabire dan juga KPG Timika, lanjut Piter”.

“Harapan kami bahwa dengan membangun kerja sama dengan pihak Ucen maupun KPG Nabire dan Timika adalah untuk mudah kontrak guru untuk TK dan SD yang ada di kabupaten intan jaya. Sehingga harpan kami adalah dengan membangun kerja sama dengan ketiga pihak terkait, kami bisa mengontrak tenaga guru TK dan SD untuk setiap sekolah agar anak-anak dapat belajar dan mendapat pendidikan yang layak”.

ARNOLD BELAU


Selamat Hari Ibu ‘Mama’




Mamaku dan Aku, (Foto : Arnold)

Hari ini, tanggal 22 Desember. Dimana hari ini di tetapkan sebagai hari ibu sedunia.
Mama saya tidak tahu sedang apa dan saya juga tidak tahu apakah kau baik-baik atau tidak.

Mama....
Sa bingung sa mau bilang apa untuk mama
Meskipun hari ini mama tidak dengar, lihat dan rasakan tetapi
Sa hanya mau bilang bahwa “Mamaku Kau Luar Biasa” dan “Mamaku Kau Pahlawanku”
Terimakasih banyak mama, “Kaulah Pelita dan Jalanku”
Salut untukmu mama, dengan penuh payah dan dengan penuh penderitaan engakau rela membesarkan aku sehingga aku ada seperti saat ini

Mama.....
Kaulah inspiratorku.
Kalau saja mama tidak ada, pasti aku pun tak ada seperti yang saat ini
Karena engkau mama, sayasekarang sudah bisa meliahat dunia yang luas
Karena engkau mama, aku bisa ada
Karena engkau mama, aku bisa tahu dan melakukankannya
Karena engkau mama, aku bisa berjalan
Karena engkau mama, ak bisa jalan pada jalan yang saat ini saya jalani

Mama…….
Sulit untuk ku uraikan satu-satu
saya berdoa pada Tuha agar mama selalu di lindungi, dan doberikan umur yang panjang
saya berdoa pada Tuhan agar mama selalu diberikan kekuatan dan kesehatan yang baik

mama….
Minta maaf semua perbuatan dan ucapan anakmmu yang pernah menyakiti hati mama
Sekali lagi anak minta maaf.
Tete manis tolong sampaikan salam saya pada Bunda yang ada di jauh sanaa…...

Rabu, 14 Desember 2011

Menanggapi Pernyataan Menkopolhukam; Ada Banyak Tahanan Politik di Papua

Menkopolhukam, Djoko Suyanto (Foto : ist)
Tulisan ini sebagai tanggapan kritis terhadap pernyataan Menteri Kordinator Politik, Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkopolhukam), Djoko Suyanto, karena pada Sabtu (12/12) dalam berbagai media online maupun cetak menyatakan bahwa tak ada tahanan politik di tanah Papua.

Ada dua point utama yang beliau sampaikan kepada media, pertama, tak ada tahanan politik di Papua , dan yang kedua, pemerintah indonesia telah berupaya serius untuk membangun tanah Papua.

Menkopolhukam jelas membantah ada tahanan politik di Papua seperti yang dituduhkan lembaga-lembaga non-pemerintah yang bergerak di bidang hak-hak asasi manusia (lihat: http://www.beritasatu.com/politik/21115-pemerintah-tegaskan-tak-ada-tapol-di-papua.html).

Menurut Menkopolhukam, penilaian sejumlah lembaga inernasional yang mengatakan bahwa ada tahanan pilitik di Papua itu tidak benar.

Kepada Direktur Amnesty International Wilayah Asia Pasifik, Sam Zarifi, Menkopolhukam mengatakan tak ada tahanan politik di Papua, yang ada adalah mereka yang ditahan karena melakukan tindakan kriminal.

Pada tanggal 7 Desember 2011, Usman Hamid, Penasehat Senior International Center for Transitional Justice (IJTC) dalam media tempo online justru mendukung upaya yang dilakukan oleh lembaga Amnesty International (lihat: http://www.tempo.co/read/news/2011/12/07/078370269/Pemerintah-Didesak-Bebaskan-Tahanan-Politik-Papua).

Artinya, ia sebagai senior IJTC tahu bahwa di Papua ada tahanan politik. Dan ia juga tentu mendukung upaya yang dilakukan Amnesty International untuk mendesak pemerintah Indonesia agar dapat membaskan para tahapan politik di Papua.

Meskipun kepada lembaga Amnesty International Menkopolhukam mengatakan tak ada tahanan politik , tetapi fakta di lapangan berbicara lain.

Filep Jacobus Karma (52) di tahan oleh pemerintah Indonesia karena keyakinan politiknya, dan disebut melakukan tindakan makar. Ia mendapat hukuman 15 tahun kurungan penjara –sampai saat ini masih mendekam di penjara.

Selain Karma, masih ada sekitar 50 orang Papua lagi yang di tahan karena keyakinan politik, dan yang paling terakhir adalah Forkorus Yaboisembut, Cs, beberapa bulan lalu mereka ditahan Pasca pelaksanaan Kongres Rakyat Papua III.

Karma dan 50 tahanan politik lainnya sama sekali melakukan tindakan makar seperti yang dituduhkan Menkopolhukam. Mereka murni melakukan aksi damai tanpa kekerasan (non violence).

Desakan lembaga Amnesty Internasional memang masuk akal, dimana mereka meminta pemerintah RI untuk membebaskan tahanan politik yang ada di seluruh Papua.

Jika Menkopolhukam menyatakan tak ada tahanan politik, maka kami kira ia telah melakukan pembohongan public, dan mempermalukan dirinya, juga permalukan Negara Indonesia di mata dunia internasional.

Sebab banyak lembaga-lembaga hak asasi manusia, termasuk komunitas internasional yang telah benar-benar tahu, kalau Indonesia telah menahan banyak aktivis Papua akibat aspirasi politik, dan itu dikategorikan sebagai tahanan politik.

Di tahun 2010, Human Rights Watch (HRW) pernah merilis sebuah laporan lengkap soal tahanan politik di Papua dan Maluku. Laporan tersebut diberi judul “Kriminalisasi Aspirasi Politik”.

HRW mengatakan aspirasi politik yang dilakukan warga sipil telah digiring oleh pemerintah menjadi tindakan kriminal, dan membenarkan penangkapan semena-mena yang pemerintah lakukan, dan ujung-ujungnya pasti di terali besi.

Artinya, pernyataan Menkopolhukam adalah sangat tidak benar. Karena faktanya saat ini, ada puluhan tahanan politik di Papua, dan malahan jumlahnya tiap tahun meningkat.

Sebaiknya pemerintah Indonesia harus jujur dan terbuka kepada lembaga-lembaga internasional yang bergerak dibidang hak asasi manusia, bahwa di Papua memang ada tahanan politik.

Pernyataan Menkopolhukam yang sangat kontra dengan fakta dilapangan semakin memperumit penyelesaiaan masalah di tanah Papua, dan menunjukan keenganan pemerintah pusat untuk menyelesaikan masalah Papua.

Kemudian soal pernyataan Menkopolhukam yang menyatakan ada upaya dari pemerintah untuk membangun Papua, saya bias katakan ini sangat tidak benar juga.

Saat ini, upaya yang terus didorong pemerintah Indonesia adalah untuk terus membunuh, membantai, dan membinasakan orang Papua dari tanah kelahiran mereka sendiri.

Contoh kasus terbaru, seperti penyerangan oleh TNI/Polri terhadap warga sipil yang di tuduh TPN/OPM pada hari Selasa (13/12) kemarin.

Dengan pemberiaan Undang-Undang No. 21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Papua, maupun yang terbaru pembentukan Unit Percepatan Pembangunan Papua dan Papua Barat (UP4B) tidak akan pernah menyelesaikan persoalan di Papua.

Persoalan Papua bukan soal kesejahteraan, tetapi soal harkat, martabat, derajat dan harga diri orang Papua di atas tanah leluhur mereka sendiri.

Harga diri kami sebagai orang asli Papua telah lama dihancurkan oleh pemerintah Indonesia sejak menguasai Papua di tahun 1961, dan melalui program-program dan kebijakan-kebijakan yang bukan menjadi kebutuhan orang Papua saat ini.

ARNOLD/PV

Minggu, 11 Desember 2011

BUDAYA MEMBAYAR MASKAWIN DAN CARA PANDANG SERTA PERAN SONOWI atau BIG MAN DALAM ADAT SUKU MONI atau MIGANI

Dalam suku moni atau migani makawin dibayar oleh pihak lelaki. Lelaki disini berperan sebagai kepala keluarga. Di dailam adat dan kebiasaan masyarakat suku moni, pihak yang berhak untuk membayar maskawin adalah pihak laki-lakai. Sedangkan pihak yang berhak menuntut dan menerima maskawin tersebut adalah pihak perempuan. Saat membayar maskawin pu ada ketentuan-ketentuan tertentu yang dituntut oleh pihak perempuan.
Cara membayar maskawinnya biasanya disesuaikan dengan pembayaran maskawin ibu dari perempuan. Jadi cara pembayaran maskawin terhadap perempuan tidak melalui penetapan khusus yang menjadi patokan yang didasarkan pada penentuan bersama yang disepakati bersama dalam suku moni. Jadi intinya bahwa bayar maskwin sesuai dengan pembayaran maskawin ibu dari perempuan itu. Dan cara ini biasanya turun temurun.
Nah, bila maskawin perempuan itu tidak dibayar sampai si perempuan itu punya anak lagi berarti anak pertama bila perempuan, yang berhak untuk bicara soal perempuan itu bukan lagi dari pihak lelakinya tetapi yang berhak bicara soal perempuan itu adalah pihak dari saudara-saudara perempuan (om-omnya). Dengan alas an bahwa pihak perempuan belum membayar maskawin mamanya sehingga om-om dari si perempuanlah yang bertindak dan berhak untuk membicarakan soal maskawin anak perempuan itu.
Lain hal dengan dengan cara membayar perempuan yang tidak pernah membayar kepala. Jadi dalam hal membayar maskawin itu tidak hanya unag dan babi yang menajadi alat pembayaran maskawin. Tetapi yang paling sering dan sampai saat ini masih digunakan untuk membayar maskawin adalah “Kulit Bia”.
Sejak dahulu hingga saat ini kulit bia masih dapat digunakan oleh suku moni sebagai alat pembayaran maskawin dan kulit bia itu sendiri dapat dimanfaatkan oleh suku moni untuk keperluan hidupnya. Kulit bia tidak hanyaq digunakan oleh suku moni sebagai alat pembayaran ala kuno selain uang yang digunakan sebagai alat pembayaran ala modern. Tidak diketahui secara pasti tentang asal-usul kulit bia yang sudah sedang dan akan diginakan oleh suku moni tersebut. Karena kulit bia hanya terdapat di daerah pesisir pantai. Anehnya di pegunungan terdapat kulit bia yang tak terhitung jumlahnya.
Kulit bia yang dimaksud itu pun ada keterbatasannya. Dan juga dalam budaya orang migani kulit bia itu sendiri ada tingkatan dan juga ada nama tersendiri. Yakni nam-nama kulit bia itu yang lebih besar nilainya beda juga dengan kulit bia yang tak ada nilai sama-sekali.
System pembayaran dalam suku moni selalu dipatokan dengan cara pembayaran ibu dari anak perempuan yang hendak mau diminta atau dituntut maskawin. System ini sudah dianggap sudah menjadi ketentuan umum yang berlaku dalam kehidupan budaya suku migani atau suku moni. Cara membayarnya itu ikut sesuai dengan “tubuh manusia’ bukan beli manusianya tetapi cara membayarnya hamper mirip dengan tubuh manusia. Pertama yang harus dibayar adalah “Indo”. Indo dianggap sebagai kepala. Yang kedua yang harus dibayar adalah “Hondo”. Hondo dianggap sebagai leher. Dan yang berikut adalah “saje”. Yang dimaksud dengan saje disini adalah bagia terkecil dari inti maskawin itu. Kemudia ditamabah dengan “Wogo”. Wogo yang dimaksudkan disini adalah babi. Jadi babi juga digunakan untuk membayar maskawin. Bayar dengan babi pun tergantung pada pembayaran awal. Pembayaran awal yang saya maksudkan adalah disamakan dengan ketentuan dari ibu si anak perempuan. Tingkatan nilai kulit bia yang digunakan untuk menbayar itu pun tergantung pada ketentuan dari pihak perempuan. Samapi saat ini dalam kehidupan suku moni tingkat nilai kulit bia mencapai dua belas (12) tingkat. Dua belas tingkat sama nilai dengan uang seratus juta dan seterusnya sampai tingkat yang paling rendah dengan senilai dengan Rp.100.000 dan lainnya dapat disesuaikan dengan ketentuan dan kesepakatan.

by : Arnold Belau

Sabtu, 10 Desember 2011

Kapankah Pelanggaran HAM di Papua Akan berakhir?

Hari ini adalah hari HAM sedunia. Hari HAM sedunia jatuh pada setiap tanggal 10 desember. Bicara soal Hak-hak Asasi Manusia pada dasarnya kita berbicara soal harga diri setiap manusia beserta hak-haknya. Jika dikalkulasi mulai dari tahun 1948 dimana Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa. Sudah 63 tahun setelah hak-hak asasi manusia dideklarasikan.
Pelanggaran HAM di indoensia akhir-akhir ini marak terjadi baik di tingkat daerah maupun di tingkat nasional.
Sejak indonesia merebut papua dari belanda, pada tahun 1960-an silam dengan perbagai tindakan pembohongan. Hingga saat ini berbagai tindakan yang sifatnya melanggar hak-hak asasi manusia kerapkali terjadi di pulau berbentuk kasuari.
Banyak sekali pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah indonesia terhadap warga sipil di papua, baik secara diam-diam maupun secara terang-terangan. Seperti yang kita ketahui bahwa pada masa orde baru mulai dari tahun 1965 sampai dengan tahun 1999 tidak sedikit pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah secara sistematis terhadap rakyatnya (baca di http://ithum.wordpress.com/2008/02/28/data-data-kasus-pelanggaran-ham-semasa-orde-baru/ dan http://fokreninlove.blogspot.com/2011/04/pelanggaran-ham-di-indonesia-sebelum.html). Itu pun yang diketahui, tak terhitung juga pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah secara diam-diam yang belum diketahui hingga saat ini. Semua pelanggaran HAM yang dilakukan oleh pemerintah Indonesia terhadap warganya itu tak pernah diselesaikan satu kausu pun hingga saat ini.
Pelanggaran di papua sudah lewat batas, hal ini dilakukan oleh para apartur militer Negara Indonesia, dimana sejak papua dijadikan daerah jajahan Negara indnesia. Di papua pelanggaran Hak-hak Asasi Manusia di papua sudah cukup memprihatinkan, dan kasus-kasus seperti ini banyak terjadi di papua dan umumnya di lakukan oleh aparat militer terhadap rakyat pribumi di papua. Sampai dengan saat ini kasus-kasus pelanggaran HAM di papua belum diselesaikan secara maksimal, dan dengan adanya hal inilah yang menyebabkan timbulnya akar konflik antara rakyat pribumi dengan pemerintah Indonesia.
Sebaiknya sebagai Negara demokrasi Negara Indonesia harus mencari solusi yang terbaik untuk menyelesaikan masalah pelanggaran HAM di papua maupun papua barat. Bagi Negara Indonesia OTSUS merupakan jalan satu-satunya untuk menyelesaikan masalah papua lebih khusus kepada pelanggarana hak-hak asasi manusia di bumi papua. Disamping itu selang waktu berjalan dan tidak sedikit darah yang bertumpahan di bumi ini, dan lebih mengerikan lagi adalah warga-warga sipil yang tak bersakah yang selalu menjadi sasaran utama.
Jalan satu-satunya yang harus ditempuh dalam menyelesaikan masalah pelanggaran HAM di papua adalah “Memberiakan kebebasan yang sepenuhnya kepada Papua untuk mengatur rumah tangga sendiri” alias “MERDEKA” tanpa ada penindasan, penyiksaan, dan tekanan. Tiada cara lain selain cara ini. Sehingga Indonesia jangan dengan sewenang-wenang melakukan penjajahan di bumi papua.
Sebelum hal ini tercapai maka hal ini sangat mementukan bahwa akar persoalan yang terjadi di papua akan terus berlanjut tanpa ada titik penyelesaian yang jelas. Negara indosia juga harus mengakui kedaulatan kemerdekaan papua yang diproklamasikan pada tahun 1962 silam. Karena papua juga memiliki hak untuk memerdekakan diri dalam arti “MERDEKA”, mengatur rumah Tangga sendiri sebagai bangsa yang merdeka di atas tanah leluhurnya.
Sehingga sampai saat ini belum jelas kapan akan berakhirnya pelanggaran-pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat militer terhadap rakyat pribumi yang tak bersalah dibumi papua. Karena bukanlah Negara Indonesia yang memgang nasib hidupnya orang papua.
Bahkan sampai saat ini indonesia merangcang UP4B sebagai solusi untuk menyelesaikan masalah papua saat ini. Indonesia perlu tahu bahwa papua tidak pernah minta uang kepada Jakarta. Mau buat apa dengan uang-uang itu. Sebaiknya Jakarta gunakan uang-uang itu untuk membangun negara indonesia. Karena status papua jelas. Dan papua bukan minta makan atau minum tetapi papua ingin Jakarta membuka ruang demokrasi yang seluas-luasnya untuk papua.dak pernah memberikan ruang gerak yang layak untuk papua. Papua selalu dijadikan “anak tiri”nya Indonesia.

Akar permasalahannya semua pada Jakarta. Jakarta tidak pernah terbuka terhadap warga papua.
Pelanggaran HAM yan dilakukan oleh pemerintah terhadap warga papua kian hari semakin membukit dan terus bertambah. Korban jiwa berjatuhan disana sini. Pelanggaran HAM tersebut tak satupun kasus yang dapat diselesaikan dengan baik tetapi selalu membiarkan dan berlalu begitu saja. Yang lebih para lagi adalah aparat dalam hal ini TNI/POLRI selalu menyangkal bahkan menyembuyikan tindakan pelanggran yang mereka perbuat itu.
Hak Asasi Manusia adalah hak-hak yang telah dimiliki seseorang sejak ia lahir dan merupakan pemberian dari Tuhan.Dasar-dasar HAM tertuang dalam deklarasi kemerdekaan Amerika Serikat (Declaration of Independence of USA) dan tercantum dalam UUD 1945Republik Indonesia, seperti padapasal 27 ayat 1, pasal 28,pasal 29 ayat 2,pasal 30 ayat 1,dan pasal 31 ayat 1. Sudah jelas ada pasal-pasal dalam UUD 1945 yang membicarakan HAM, tetapi negara Indonesia terus dan terus melakukan pelanggaran baik terhadap peraturan yang dibuat oleh negara indonesia, apalagi saol lain.
Sebagai akhir ingin saya katakana bahwa negara indonesia stop sudah, tidak bisa akui negara papua barat kh? Dahulu presiden sikarno mengatakn “bubarkan NEGARA boneka buatan Belanda” salah satu bunyi isi TRIKORA. Berarti indonesai mengakui bahwa papua itu negara. Dari pada Jakarta sibuk dengan papua, dan juga dari pada saya (Papua) hidup sengasara dalam negara yang ini lebih baik merdeka. Tidak ada solusi lain selain “REFERENDUM dan MERDEKA”.
Arnold)*

Rabu, 07 Desember 2011

Lunturnya Nilai-Nilai Budaya Migani

Oleh : Arnoldus Belau)*

Budaya adalah identitas. Budaya adalah harga diri. Budaya adalah jati diri. Sehingga budaya itu biasa dikatakan bahwa budaya itu menunjukan identitas, harga diri dan dan jati diri. Dengan adanya budaya itu kita bisa mengetahui identitas kita yang sebenarnya (asli). Dan dengan budaya itu pula orang lain yang berbeda budaya dengan kita dapat mengetahui identitas kita yang sebenarnya begitu pun sebaliknya. Budaya lazim diartikan sebagai hasil cipta, buah pikiran dari manusia itu sendiri. Hasil cipta itulah yang disepakati dan ditetapkan dan diangkat bersama menjadi sebuah kebudayaan. Sehinga budaya itu dianggap ciptaan manusia yang disepakati bersama anggota sehingga setiap orang harus menerima dan mengakui hasil ciptaan manusia tersebut. Budaya yang sudah disepakati bersama itu harus dilestarikan dijaga sehingga budaya itu terlestari dan terjaga.
“Siapapun dia, dari manapun dia wajib menjaga dan melestarikan budayanya”.
Masihkah budayaku (Migani) masih terlesatari dan masih terjaga? Sebagai putra asli Migani saya ragu dengan budaya saya, apakah budayaku masih ada atau bila ada akankah masih terjaga dan terlestari. Sejauh ini budaya Migani yang sebenarnya tidak menonjol. Artinya bahwa budaya Migani yang sebenarnya itu sudah mulai ditinggalkan bahkan dilupakan dan dibiarkan begitu saja. Ketika itu tidak satu pun orang yang sadar akan budanya Migani, sehingga tidak menutupi kemungkinan bahwa “budaya Migani akan punah, dan hilang meskipun orang Migani ada dan masih hidup”.
Sejauh ini kita sering tidak sadar bahwa budaya Migani sudah semakin hilang. Dengan mengambil budaya orang lain dan menganggap budaya itu adalah budaya Migani, dengan sendirinya budaya Migani akan semakin hilang. Contoh kongkrit yang bisa kita lihat dalam kehidupan nyata orang Migani. Sebagai contoh saya akan mengambil sebuah contoh kongkrit yakni Sapusa (wisisi).

Menganggap sapusa/wisis sebagai budaya orang Migani dan sampai saat ini kita masih mempertahankannya hingga saat ini. kita mengetahui bahwa sapusa atau wisisi itu bukan budaya orang Migani malahan kita terus ‘memegang’ dan memertahankan budaya tidak baik yang sebenarnya bukan budaya Migani. Sapusa itu bukan budaya Migani tetapi budaya orang lain, dalam hal ini budaya dari suku Nduga (Ndauwa), dan suku Dani. Kita semua mengetahui bahwa itu adalah budaya orang lain tetapi dengan sikap acuh tak acuh terus kita jaga dan lestarikan budaya orang itu, lalu budaya kita suku Migani siapa yang akan jaga dan lestarikan? Yang jelas tidak 100%. Sebab orang lain tidak akan peduli dengan budayanya orang. Yang jelas budaya Migani akan punah karena orang-orang Migani yang ada semuanya Migani fotokopi-an, karena Migani yang ada saat ini bukan Migani yang aslinya sehingga orang Migani cenderung tertarik dengan budayanya orang. Sehingga kita tidak bisa heran jika budaya migani tinggal nama saja, hanya kita bisa dengar cerita saja seperti orang cerita dongeng. Pada hal budaya migani itu ada hanya saja lantaran karena kita orang migani yang tidak mau melestarikan sehingga bisa saja akan punah bahakan akan menghilang samasekali dan tidak akan ada lagi.
Ada beberapa factor yang dapat meneyebabkan lunturnya budaya migani, yakni : malas tau, tak peduli dengan budaya migani, rasa minder, berkecil hati dengan budaya migani, malu hati untuk mengakui dan melestarikan budaya migani dan lain-lain yang bisa menyebabkan hilangnya budaya orang migani. Sehingga dari beberapa factor di atas ini dapat menghasilkan budaya migani yang tidak asli. Dapat mengahasilkan budaya migani fotokopian. Dapat menghasilkan budaya migani yang palsu.
Oleh karena itu setiap insan dari suku migani perlu sadar dan tahu budaya migani yang sebenarnya itu seperti apa. Dan juga perlu sadari bahwa budaya migani juga masih ada. Sehingga diharapkan agar setiap insan dari suku migani.
Untuk melestarikan budaya orang migani kita tidak bisa mengharapkan orang lain yang bukan orang migani yang dating untuk berusaha mempertahanakan budaya migani. Tetapi yang harus menjadi pelaku utama dalam memperhakan dan memelihara serta melesatrikan budaya orang migani adalah orang migani itu sendiri, BUKAN orang lain.
Bagaimana mungkin budaya migani itu akan bertahan jika kita yang punya budaya itu saja malas tahu dengan budaya kita. Sedangkan orang lain menilai kita orang migani adalah suku yang paling kuat dengan budayanya. Untuk menjaga nama baik itu setidaknya kita berusaha semaksimal mungkin untuk melakukan suatu usaha untuk melestarikan budaya migani.
Lebih-lebih untuk para remaja dari suku migani supaya setidaknya bisa mengetahui dan memepelajari sedikit tentang budaya migani. Kerapkalai banyak remaja migani yang mengutarakan alas an bahwa “sa lahir di kota jadi sa tidak bisa”. Stop dengan ucapan-ucapan seperti ini. Jika kita tidak mencobanya lalu dari awal sudah menyerah dengan mengatakan “Saya Tidak Bisa”, budaya orang migani kedepan nanytinya seperti apa? Jadi yang sekarang dibutuhkan adalah meskipun anda lahir dimana, besar dimana dan tinggal dimana yang pada umumnya harus bisa berusaha untuk bisa berbahasa migani, karena dasarnya adalah harus bisa berbahasa migani lalu biasa mengetahui budaya migani. Jika sama sekali tidak bisa berbahasa migani, disitulah awal kehancuran budaya migani.
Di lain sisi budaya itu sama ibaratny dengan noken yang menrangkul orang migani yang di dalam noken itu kita orang migani berada. Tetapi bila kita tidak menjaga noken itu, maka noken tersebut akan sobek. Dalam bahawa inggris migani biasanya disebut dengan kata “miga mene mita ombo”. Orang migani bisa merefleksikan sendiri tentang perkembangan budayanya saat ini. apakah sedang berkembang atu sedang dalam proses menuju kehancuran.
Harapan penulis, semoga budaya migani terus berkembang dan terus terpelihara.
Arnold Belau )*

Selasa, 06 Desember 2011

Dibawah Pohon Jambu Itu

Malam itu kau mengirim aku sebuah SMS (Short Message service). Aku malah kaget karna saya baru mendapatkan SMS darimu. Isi pesan singkat yang dikirim melalui telepon selular itu adalah “ Nold, sa mau ketemu ko, bisa tidak?” saya membalas pesan singkatnya dan mengatakan bahwa “boleh”. Lalu karena ada yang saya bereskan saat itu sehingga aku bertanya balik padanya, “jam berapa ko mau ketemu saya?”. Dia langsung membalasnya dan berkata bahwa, “ketemunya dimana?” (hehehe, kamu yang punya rencana bru tanya balik lagi). Nanti saya kirimi kamu pesan singkat via telepon selular, bila aku datang.

Besoknya, seusai kerja aku langsung pulang ke rumahku. Saat saya istirahat sambil makan buah matoa yang kubeli di pinggiran jalan bersama adik-adik saya. Telepon selularku yang ku simpan dalam celanaku berdering (ada yang memanggil). Aku bergegas menghampiri telepon selularku. Aku angkat telepon selularku dan dia katakan “aku akan kerumahmu”. Wah….aku baru pulang dari tempat kerja, tapi entalah aku harus menemuinya. Aku menyetujuinya.

Tidak lama kemudian dia datang di rumahku. Aku tak peduli dengannya. Lalu setelah sedikit lama, saya mengajaknya untuk ke tmpat berteduh dibawa pohon jambu yang terletak di samping rumah, dan dibawah pohon jambu itu ada sebuah para-para sebagai tempat untuk duduk-duduk sambil berteduh pada siang hari.
Aku tinggal diam. Tak satu pun kata yang ku lontarkan. Aku hanya menunggu apa yang akan disampaikannya kepadaku.

Tanpa mengeluarkan satupun kata, terlihat sedikit demi sedikit matanya berkaca-kacanya. Lalu ngalirlah air mata dipipinya. Aku tak berkata satu pun. Aku hanya bingung dengan apa yang saya lihat. Dia mengatakan padaku dengan suara yang lantang dan terputus-outus, “aku masih mencintaimu”. Tak satupun kata yang ku ucapkan. Apakah kamu mau, kit balikan dan jalani hidup seperti dulu saat kita bersama. Hhhmmm ….sabar dulu, aku masih harus fikir yang matang-matang agar aku tak tersesat. Air mata terus mengalir dan jatuh dari pipinya. Lalu aku balik bertanya padanya, benarkah kau masih mencintaiku, kamu sudah pernah berkata padaku bahwa mulai saat ini saya anggap kamu sebagi saudara saya tidak lebih dari itu. Tetapi saya minta supaya apa pun keputusanku kamu harus menerimanya.
 

Karena aku masih menyayanginya, aku katakana “bila kamu mau kembali padaku, kamu harus bisa merubah keluakuanmu yang kemaren dan kita jalani hidup baru bersama”
 

Aku akan sanggup untuk mencoba melakukannya, sahutnya. Lalu aku katakana “boleh”. Dia terus bertanya padaku “apakah kamu masih menganggapku sebagai saudara?”. Aku tidak menjawab pertanyaannya.
 

Tetapi pada akhirnya aku menerimanya sebagai sahabat dekatku.
Aku masih mencintaimu dan menyayangimu sayang. Dulu dan sekarang berbeda. Sekarang persahabatan kami lebih baik dari sebelumnya. Terimakasih saying, kamu sudah menerimaku kembali.

Arnold Belau)*